YENDRA FAHMI
Yogyakarta, Minggu 16 Juni 2019
BANTUL, Suara Muhammadiyah – Pembangunan kampus baru Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah di Desa Argorejo, Sedayu, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai bagian dari upaya pengembangan untuk menjawab persoalan yang kian mendesak telah memberikan asa dan napas panjang amal saleh bagi mereka yang terlibat dalam usaha ini.
Dengan menjiwai semangat Muhammadiyah yang khas sebagai gerakan amal, Tim Pengembangan Mu’allimin mengamalkan kredo: sedikit bicara banyak bekerja. Pada saatnya nanti, ramai orang akan memetik manfaatnya. Manfaat untuk lingkup yang seluas-luasnya dan dalam jangkauan waktu yang selama-lamanya.
Adalah Komjen Suhardi Alius, Kepala BNPT, saat mengunjungi lokasi pembangunan ini pada Sabtu, 15/6/2019, menyampaikan harapannya: “Suatu bangsa itu ditentukan oleh sumber daya manusianya. Mu’allimin sudah jauh ke depan memikirkan itu, bagaimana menyiapkan kader-kader bangsa, anak-anak muda kita untuk berpendidikan di sini, agar mampu menjawab tantangan masa depan dengan baik.”
Selain Suhardi, seorang saudagar Muhammadiyah, Yendra Fahmi, juga turut hadir dalam kunjungan ini. Fahmi telah dengan senang hati turut berperan untuk membangun sebuah masjid Mu’allimin senilai sekitar 30 Miliar. Fahmi berharap agar pembangunan proyek ini berjalan dengan baik, lancar, dan bermanfaat.
Mereka yang hadir dalam kunjungan sekitar selama dua jam ini adalah Buya Ahmad Syafii Maarif sebagai Ketua Tim Pengembangan, Yendra Fahmi, Komjen Suhardi Alius, Brigjen Pol Imam Sugianto, Tim Pengembangan, dan Direksi Madrasah Mu’allimin.
Pembangunan untuk gedung pertama ditargetkan akan rampung pada Agustus tahun ini. Sebuah gedung sekolah untuk tingkat tsanawiah dengan tinggi empat lantai. Kepada mereka semua yang turut berperan dalam usaha ini, insyaallah akan mendapatkan balasan dari Allah Swt yang lebih indah dan menjadi amal jariah yang tiada terputus hingga di alam sana nanti.
Kepada Buya, Suhardi mengutarakan bahwa ia sangat mengagumi sosok Buya. “Sampai-sampai,” kata Suhardi, “saya beberapa kali naik sepeda dan kereta api karena melihat Buya yang rajin bersepeda dan pernah viral naik kereta api dari Jakarta ke Bandung beberapa waktu yang lalu.”
Kesederhanaan Buya, bagi Suhardi, telah menginspirasinya. Di usianya yang ke 84 tahun, ia masih lagi berbuat untuk Bangsa dan Persyarikatan. Buya adalah sosok yang telah selesai dengan dirinya sendiri, dan Buya lahir dari rahim Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Sekolah kader yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada seabad yang silam.
Sambil lalu sambil bersenda gurau, Buya Syafii bertanya kepada Suhardi: “Doyan kambing muda, kan? Saya yang traktir.” Sontak semua tertawa dan setuju dengan ajakan Buya.
Akhirnya, mengutip tulisan Buya Syafii dalam buku Memoar Seorang Anak Kampung: “Doaku, berkibarlah Madrasah Mu’allimin sampai masa yang tak terbatas! Roh Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, tentu tetap “memantau” dari alam barzah dengan penuh kebahagiaan dan rasa syukur bahwa rintisannya masih dipelihara dengan baik oleh kader-kader spiritualnya dari berbagai penjuru tanah air. Kepada seluruh alumni aku berpesan, ingatlah selalu dengan rasa bangga bahwa kita semua pernah dididik dan diasuh oleh madrasah ini dalam bilangan waktu yang mungkin berbeda. Oleh sebab itu, sebagai alumni, orang tidak boleh berdiam diri dan harus turut memajukan madrasah ini dalam batas kemampuan masing-masing.” (Erik Tauvani)
Comments
Post a Comment